Rabu, 08 Juni 2011

Konflik Gajah-Manusia Tak Berkesudahan



Gajah sumatera liar masuk ke perkebunan Kampung Bekasab, Kelurahan Pematang Pudu, Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis, Riau, Senin (30/5/2011). Rusaknya habitat Gajah Sumatera di Suaka Margasatwa Balai Raja, Kabupaten Bengkalis, Riau karena alih fungsi lahan menjadi lahan perkebunan dan pemukiman mengakibatkan meningkatnya konflik gajah liar dengan penduduk.

Gulita malam menutup pemandangan Kampung PPN, Desa Petani, Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis, Riau. Berbeda dari hari biasa, sudah sepekan warga Kampung PPN yang sebagian besar petani karet dan sawit tak bisa tidur nyenyak, disibukkan dengan jadwal ronda malam. Kali ini buruan mereka bukan maling yang menyelinap diam-diam ke rumah warga.

Beberapa warga terlihat duduk di gubuk beratap rumbia yang dibangun di tengah perkebunan karet. Sapriman, Ketua RT 06 Kampung PPN, dan warga masing-masing berjaga-jaga dengan petasan di tangan.

Dari kejauhan mendadak rentetan bunyi petasan terdengar. Tanpa komando warga beranjak bergerak membelah lebatnya semak belukar, mengendap di antara pohon karet dan sawit, mengarahkan senter ke segala arah untuk menemukan dan menghalau gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) liar yang masuk di perkebunan.

Menghalau Gajah
Warga menghalau gajah liar dengan petasan di perkebunan karet Kampung PPN, Desa Petani, Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis, Riau, Minggu (29/5/2011). Rusaknya habitat Gajah Sumatera di Suaka Margasatwa Balai Raja, Kabupaten Bengkalis, Riau karena alih fungsi lahan menjadi perkebunan dan permukiman sehingga mengakibatkan meningkatnya konflik gajah liar dengan penduduk.

Tidak kurang dari 20 orang ronda malam itu. Hampir sepanjang hari mereka terus memantau pergerakan mamalia raksasa ini. Berbagai upaya pun telah dilakukan untuk mengusir kawanan gajah yang merusak pohon sawit.

Di tengah perkebunan, warga memasang pelita, membakar semak-semak untuk menakut-nakuti gajah bahkan mengusirnya dengan bunyi-bunyi petasan. Namun, tampaknya gajah liar masih enggan beranjak keluar dari kebun mereka.

Tidak terhitung berapa ratus petasan yang telah diletupkan warga untuk menghalau kawanan gajah liar selama sepekan. Biayanyapun terbilang tidak murah. Untuk sebatang petasan, warga harus merogoh kocek sebesar Rp 13.000 hingga Rp 15.000. Hendri warga desa bahkan mengaku sedikitnya membakar 15 petasan dalam semalam.

Menghalau Gajah
Warga membakar semak belukar untuk menghalau gajah liar masuk ke perkebunan sawit Kampung Bekasab, Kelurahan Pematang Pudu, Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis, Riau, Senin (30/5/2011). Rusaknya habitat Gajah Sumatera di Suaka Margasatwa Balai Raja, Kabupaten Bengkalis, Riau karena alih fungsi lahan menjadi perkebunan dan permukiman sehingga mengakibatkan meningkatnya konflik gajah liar dengan penduduk.

Bagi warga Kampung PPN, serangan kawanan gajah liar di areal perkebunan sawit bukanlah kali pertama. Menurut Sapriman, serangan tersebut bahkan telah terjadi sejak 20 tahun terakhir.

"Kampung ini memang menjadi lintasan gajah liar mencari makan. Mereka akan selalu kembali lagi ke sini. Kalo tidak dihalau satu hektar kebun sawit bisa habis dalam semalam," ujarnya.

Gajah Kawin
Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) menjalani masa kawin di kawasan perkebunan Kampung Bekasab, Kelurahan Pematang Pudu, Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis, Riau, Senin (30/5/2011). Rusaknya habitat Gajah Sumatera di Suaka Margasatwa Balai Raja, Kabupaten Bengkalis, Riau karena alih fungsi lahan menjadi perkebunan dan permukiman sehingga mengakibatkan meningkatnya konflik gajah liar dengan penduduk.

Konflik gajah liar dengan warga di Riau tak lepas dari hilangnya habitat gajah sumatera di kawasan Suaka Margasatwa Balai Raja. Dari data World Wildlife Fund (WWF) Indonesia, kawasan suaka margasatwa seluas 18.000 hektar yang dulu kaya akan tumbuhan meranti, balam, bintagur, kempas, kelat, kulim, giam, dan rotan kini tak lebih dari 200 hektar atau tersisa satu persen dari luas total suaka margasatwa.

Kawasan suaka margasatwa dibabat dan berubah wajah menjadi areal perkebunan sawit dan karet. Konversi hutan menjadi lahan perkebunan mengusir kawanan gajah liar dari habitatnya. Mereka dihalau dari kampung ke kampung, berpindah dari perkebunan yang satu ke perkebunan lainnya.

Celakanya, perambahan hutan dan konversi kawasan suaka margasatwa tidak hanya dilakukan perambah liar dan perusahaan besar. Bahkan, melalui pemberian izin-izin pembukaan lahan, pemerintah telah turut andil menciptakan konflik gajah dan warga yang tidak akan berkesudahan.

Konflik gajah liar dengan warga tidak hanya menelan kerugian ekonomi. Tak sedikit nyawa manusia melayang akibat amukan gajah liar. Tak jarang pula gajah liar meregang nyawa diracun warga.