Kamis, 28 Oktober 2010

USD Kembangkan Alarm Gelombang Gempa


YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Universitas Sanata Dharma (USD) Yogyakarta mengembangkan alarm pendeteksi gelombang gempa yang dapat memberikan peringatan terjadi gempa bumi.

"Alarm ini fungsinya bukan memprediksikan akan terjadi gempa, tapi hanya sebagai alarm atau peringatan terjadi gempa dan alarm ini berbunyi sesuai dengan gelombang gempa yang ditangkap alat ini," kata pengelola alarm pendeteksi gelombang gempa USD, Rake, di Yogyakarta, Senin (25/10/2010).

Di sela mengikuti pameran Volcano 2010 di gedung kantor Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta, ia mengatakan alarm ini hanya mendeteksi gelombang yang ditimbulkan dari gempa, dan hanya berfungsi sebagai peringatan semata kepada masyarakat tentang kuat atau lemahnya getaran gelombang gempa.

"Saat terjadi gempa ada dua gelombang yang ditimbulkan, yakni gelombang T dan gelombang S. Gelombang T terdapat saat sebelum terjadi gempa, yakni gelombang yang terdapat di pusat gempa atau episentrum. Sedangkan gelombang S adalah gelombang perusak yang biasanya dirasakan warga masyarakat saat gempa terjadi," katanya.

Selain itu, ia mengatakan dengan alarm pendeteksi gelombang gempa ini masyarakat akan dapat lebih mengetahui seberapa besar kekuatan gelombang gempa yang terjadi dengan melihat indikator yang ditunjukkan dengan warna sinyal lampu yang menyala.

"Dalam alarm pendeteksi gelombang gempa terdapat tiga indikator lampu sebagai sinyal yang menunjukkan seberapa besar kekuatan gelombang gempa itu. Jika warna merah dan hijau, diindikasikan kekuatan gelombang gempa sangat kuat. Sedangkan apabila kekuatan gelombang gempa kecil, maka indikator sinyal lampu tidak menyala," katanya.

Rake mengatakan alat pendeteksi gelombang gempa ini sangat mudah dioperasikan dan dapat dimonitor dari jarak jauh.

"Alarm ini dilengkapi dengan dua komponen yakni transmiter serta receiver," katanya.

Ia mengatakan cara pengoperasian alat ini hanya dihidupkan, dan dipasang antena yang cukup tinggi agar dapat menangkap gelombang magnet yang terdapat di pusat gempa.

"Dengan memasang antena yang cukup tinggi, maka semakin kuat untuk dapat mendeteksi gelombang gempa yang terdapat di pusat gempa," katanya.

Menurut dia, alarm pendeteksi gelombang gempa ini sudah dikembangkan sejak lama, namun masih perlu disempurnakan lagi.

"Sejak 2005 kami sudah mengembangkan alat ini, namun masih perlu disempurnakan lagi agar lebih efektif dan lebih optimal fungsinya," katanya.

Senin, 04 Oktober 2010

Jasa Terumbu Karang Capai Rp 10,8 Miliar

JAKARTA, KOMPAS.com — Jasa ekosistem terumbu karang mencapai Rp 1,17 miliar-Rp 10,8 miliar per hektar per tahun. Penghitungan ini menunjukkan arti penting terumbu karang bagi perekonomian manusia, tetapi terumbu karang sekarang dibiarkan menuju kehancuran akibat eksploitasi dan pencemaran pesisir yang tidak terbendung.

Menurut Program Officer Ekosistem Pesisir dan Pulau-pulau Kecil pada Yayasan Kehati Basuki Rahmad, manfaat ekonomi terumbu karang di Indonesia ditunjukkan, antara lain, sebagai tempat pemijahan ikan laut dunia. Ketika tempat pemijahan itu rusak, ikan dunia akan terus merosot jumlahnya.

Penghitungan nilai jasa ekosistem terumbu karang berkisar 130.000 dollar AS-1,2 juta dollar AS itu berdasarkan hitungan para ahli yang berkumpul dalam Konferensi Keanekaragaman Global di Cape Town, Afrika Selatan, beberapa bulan lalu.

Jasa ekosistem terumbu karang, antara lain, sebagai sumber makanan, bahan mentah, dan ornamental (1.100 dollar AS-6.000 dollar AS), regulasi iklim, menetralkan cuaca ekstrem, pemurnian air, kontrol biologi (26.000 dollar AS-35.000 dollar AS), jasa pariwisata (88.700 dollar AS-1,1 juta dollar AS), dan pemeliharaan keragaman genetik (13.500 dollar AS-57.000 dollar AS).

Sementara itu, "Kebijakan pemerintah di sektor tambang paling mengancam ekosistem terumbu karang," kata Basuki, Senin (19/4/2010), dalam konferensi pers menjelang peringatan Hari Terumbu Karang yang pertama kali diadakan bertepatan Hari Bumi, 22 April 2010.

Peringatan Hari Terumbu Karang (Coral Day) diselenggarakan di berbagai tempat meliputi Kepulauan Seribu, Jakarta; di Pulau Hari, Teluk Luar Kendari, Sulawesi Tenggara; Pulau Maratua, Kalimantan Timur; dan di Pulau Serangan, Bali.

Program meliputi penanaman karang, adopsi karang, pameran foto, pemutaran film, dan kegiatan tradisional menyesuaikan kondisi lingkungan setempat.

Frustrasi

Zainal Arifin, periset pada Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), mengemukakan, bekerja di bidang ekosistem kelautan menimbulkan frustrasi akibat sulit dimengertinya nilai penting terumbu karang. Untuk mengonservasi terumbu karang tidak bisa dipisahkan penyelamatan mangrove dan padang lamun.

”Perairan jernih adalah syarat tumbuh karena terumbu karang butuh sinar matahari untuk proses fotosintesisnya,” kata Zainal.

Menurut dia, mangrove berfungsi menahan laju sedimentasi dari daratan ke laut, sedangkan padang lamun mengendapkan materi padat ke dasar perairan sehingga perairan tetap jernih. Tetapi, konservasi mangrove dan padang lamun sekarang masih jauh dari kondisi ideal.

”Di Pulau Bintan ada percontohan pengelolaan mangrove, padang lamun, dan terumbu karang yang dijaga baik,” kata Zainal.

Saat ini terumbu karang di Indonesia diperkirakan mencakup wilayah 60.000 kilometer persegi, tetapi hanya 5 persen yang masih bagus. Menurut Zainal, industri rumput laut yang banyak dikembangkan di sejumlah wilayah perairan pesisir juga berdampak buruk bagi konservasi terumbu karang. ”Sulit dibayangkan ketika terumbu karang makin habis. Yang dibutuhkan adalah tata ruang yang harus ditaati,” katanya. (NAW)